Pertemuan antara kau dan aku terasa begitu singkat baru saja kemarin menggenggam erat tanganmu, dan pelukmu yang selalu hangat. Kau yang datang dengan tiba-tiba lalu mengulurkan tangan mu, dan aku hanya bisa tersenyum melihat itu.
Waktu berlalu begitu cepat, begitupun kita yang terjalin erat. Rasa cinta ini hadir begitu saja tanpa izin, apakah kau pun demikian? aku tak tau.
Namun semuanya berakhir, tanpa adanya ucapan selamat tinggal dan lambaian tangan darimu. Kau pergi begitu saja tanpa alasan, meninggalkanku dengan beribu pertanyaan.
Ku kira kau dan aku akan menjadikan satu sama lain sebagai “rumah” ternyata tidak. Mungkin ini salahku menaruh semua harapanku kepadanya, sosok pria yang menemaniku menyembuhkan luka masa lalu.
Ini terasa begitu cepat bagiku dan akupun tidak bisa memaksa atas apa yang terjadi. Karena harapan ini mati bersamaan dengan kepergian mu.
Bayangan beberapa waktu yang lalu saat kau masih bersamaku terus saja menghantui, aku merindukan saat dimana kita tertawa lepas dan senyummu terlihat sangat bahagia karena ku.
Aku yang dulu terbiasa oleh pesan-pesan manis darimu, ucapan selamat pagi, dan tentang kau yang hadir tiba-tiba bersama sang mentari, kini ku harus menghapus itu semua dalam ingatan ini.
Dia adalah petualang hebat, dan tentunya akan berlabuh di banyak tempat. Terimakasih pernah singgah walau tak menetap. Dan maaf sempat berpikir kalau kau akan menjadikan diriku destinasi terakhir mu.
Kalau kau lelah berpetualang, pulanglah. Aku siap untuk menjadi tempat singgah mu lagi. Sampai bertemu dilain waktu. Aku mencintaimu, sungguh.