Satu persatu, mereka terlepas.

Satu persatu, mereka terlepas.

Sang mentari sudah sampai di puncaknya. Dan aku masih berdiri pada mandala ini. Di sini, dari mulai sang arunika menampakkan dirinya. Namun perasaan lelah dan gentar tak adanya muncul. Malah, semakin eratnya tanganku menggenggam beberapa tali dari balon helium yang satu persatu mulai terlepas dari tanganku dan melayang bebas di angkasa sana.

Aku tidak memiliki pendapat tentang itu. Balon-balon itu, ku biarkan terlepas. Waktunya mereka bebas dari genggaman ini.

Sepertinya, aku dianggap sok buta dan tidak peduli oleh orang orang yang berlalu lalang di sekitarku, di jalanan ini. Namun, tak satu pun dari mereka yang memperhatikanku. Pikiran mereka terlalu terobsesi dengan kesibukan masing masing. Contohnya pria yang berdiri di samping zebra cross. Matanya yang romantis terus melihat sayang pada benda pipih dengan tangannya yang mengelus lembut benda itu. Hingga tak menyadari jika saat dia menyeberang, kecelakaan terjadi pada waktu itu juga.

Jalur tersebut seketika ramai. Dan satu balon terbang bebas dari tangan yang tergenggam erat ini.

Lima jam berikutnya, sepasang kekasih beradu kata di hadapanku. Api kemarahan mengelilingi mereka berdua hingga menutup akal sehat salah satu diantarannya. Argumen-argumen panas mendadak berhenti kala sang perempuan meninggalkan sang pria dalam keadaan tak terkendali. Dia memang tidak bisa mengendalikan dirinya. Buktinya, sesaat itu juga lelaki itu terjun bebas di jembatan seberang sana. Tidak ada yang tidak ramai dari kejadian ini. Emosi cinta yang tak terkendali membutakan segalanya.

Satu balon terbang untuk kesekian kalinya.

Apa ini? Selama ini mataku hanya menonton adegan tragis. Tidak bisakah seseorang pergi dengan elegan nan layak?

Ketidak pedulikan mereka terhadap apapun selalu menjadi tantangan.

Cerpen Pojok Siswa